loading…
Metode penghitungan kemiskinan yang digunakan BPS dinilai sudah usang dan tidak mencerminkan kondisi nyata masyarakat di lapangan. FOTO/Antara/dok.SindoNews
Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, menyatakan bahwa selama hampir lima dekade, BPS masih mengandalkan pendekatan pengukuran berbasis pengeluaran dengan item-item konsumsi yang tidak lagi relevan dengan perkembangan ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia.
“Dampak dari metodologi yang usang ini berpengaruh langsung terhadap kebijakan anggaran dan perlindungan sosial. Dengan jumlah penduduk miskin yang kecil versi data pemerintah, alokasi anggaran perlindungan sosial dalam RAPBN 2026 berpotensi ditekan atau tidak mengalami peningkatan signifikan,” ungkap Media dalam pernyataannya, Senin (27/7).
Baca Juga: Angka Kemiskinan Indonesia Turun, Ekonom Ragukan Data BPS
Media membandingkan data resmi BPS dengan laporan terbaru Bank Dunia yang menyebutkan bahwa 68,2% penduduk Indonesia, atau sekitar 194,4 juta jiwa, hidup di bawah garis kemiskinan internasional. Angka ini jauh berbeda dibandingkan data BPS yang mencatat hanya 8,57% atau 24,06 juta jiwa tergolong miskin.